BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari manusia dalam lingkup sosial. Sedangkan ilmu psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan pada manusia, atau dapat
dikatakan ilmu yang mempelajari tentang manusia pada lingkup individu. Ilmu
politik berkaitan erat dengan ilmu psikologi . Bahkan bisa dikatakan bahwa
psikologi adalah ilmu yang harus dikuasai oleh seseorang sebelum ia belajar
ilmu politik. Ilmu psikologi yang berkaitan erat dengan ilmu politik adalah
psikologi sosial (pengkhususan ilmu psikologi yang mempelajari hubungan timbal
balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong
manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok atau golongan).
Serge moscovici seorang psikolog Perancis menyatakan bahwa psikologi adalah
jembatan diantara cabang-cabang pengetahuan sosial lainnya. Sebab psikologi
mengakui pentingnya memandang individu dalam suatu sistem sosial yang lebih
luas dan karena itu menarik kedalamnya sosiologi, ilmu politik, antropologi,
dan ekonomi. Psikologi mengakui aktifitas manusia yang rentangnya luas dan
pengaruh budaya serta perilaku manusia dimasa lampau
Kegunaan psikologi
dalam analisa ilmu politik dapat kita ketahui apabila kita sadar bahwa analisa
sosial politik diisi dan diperkuat dengan analisa hal-hal kecil yang menjadi
bagian dalam bidang politik itu sendiri. Dengan menggunakan psikologi umum,
ilmu politik dapat menganalisa dengan lebih detail makna dan peranan
orang-orang yang terjun di dalamnya, dan juga bisa menganalisa ciri-ciri
kepribadian orang-orang yang mempunyai kekuatan lebih di bidang itu yang
memungkinkannya memainkan peranan besar dalam sebuah daerah atau negara.
Psikologi terutama psikologi umum juga dapat memberikan penjelasan mengenai
bagaimana sebuah sensasi orang-orang yang mempunyai kekuasaan bisa menimbulkan
persepsi pada masyarakat, sehingga memunculkan reaksi yang berbeda-beda antara
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
B. ALASAN PERLUNYA PSIKOLOGI DALAM
BERPOLITIK
Psikologi berkaitan
erat dengan ilmu politik. Dalam psikologi dijelaskan banyak hal mengenai
manusia yang menjadi dasar dari ilmu politik, di antaranya adalah mengenai
sensasi, persepsi, dan reaksi.
Orang-orang yang
mempunyai kekuasaan lebih dalam teritorial sebuah wilayah, baik itu tingkat
daerah atau tingkat pusat, mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk membuat
sensasi kepada masyarakat luas, baik itu untuk kepentingan politik bagi dirinya
sendiri ataupun karena hal lain. Sensasi yang dilakukan oleh para tokoh politik
bisa berupa aksi yang pro rakyat, bisa melalui inovasi baru dengan mengeluarkan
kebijakan-kebijakan baru, bisa berupa aksi sosial yang peduli rakyat, atau
dengan cara yang lain. Masing-masing dari sensasi yang diberikan oleh para
tokoh politik pasti mempunyai tujuan dan maksud tertentu. Ada yang memang murni
karena keinginan, ada juga yang karena kepentingan politik, seperti halnya
pencitraan dan lain sebagainya.
Setelah adanya sensasi
yang ditimbulkan oleh para tokoh politik, pasti akan muncul yang namanya
persepsi publik. Ada bemacam-macam persepsi yang akan masyarakat berikan
sebagai tanggapan adanya sensasi tersebut. Hal ini dikarenakan kemampuan
masyarakat yang berbeda-beda mengenai sensai itu, dan juga dipengaruhi oleh
kepribadian masing-masing anggota masyarakat. Seseorang yang mempunyai
kepribadian yang kritis akan dengan cepat tanggap terhadap sensasi itu. Mereka
akan mengolah dengan sedemikian rupa dan tidak menerimanya dengan mentah-mentah.
Jenis orang-orang seperti ini akan sangat sulit diprovokasi. Mereka cenderung
berpikiran panjang, dan berorientasi pada tujuan, manfaat, dan kerugian.
Berbeda dengan orang-orang yang mempunyai kepribadian cenderung berpikir
pendek, mereka akan membiarkan sensasi itu mempengaruhi pola pikiran mereka,
sehingga akan dengan sangat mudah mengambil tindakan. Orang-orang seperti ini
tentunya akan sangat mudah teprovokasi.
Setelah adanya sensasi, manusia akan
menerimanya untuk kemudian dicerna secara akal sehat, dan akan muncul yang
namanya reaksi. Reaksi bisa diartikan sebagai aksi yang disebabkan oleh adanya
aksi lain yang lebih dulu terjadi. Karena kepribadiansetiap orang berbeda, maka
pemikian mereka pun akan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam
reaki yang ditimbulkan oleh adanya sebuah sensasi.
Psikologi merupakan
ilmu yang mempunyai peran penting dalam bidang politik, terutama yang dinamakan
“massapsikologi”.
Justru karena
prinsip-prinsip politik lebih luas daripada prinsip-prinsip hukum yang meliputi
banyak hal yang berbeda di luar hukum dan masuk dalam yang lazim dinamakan
kebijaksanaan, bagi para politik, sangat penting apabila mereka dapat menyelami
kedalam jiwa dari rakyat pada umumnya, dan golangan tertentu pada khususnya,
bahkan juga dari oknum tertentu.
Kerap terdengar suara
dalam masyarakat bahwa tindakan tertentu pemerintah dinyatakan psikologis
kurangbaik. Biasanya, suara seperti ini tidak dijelaskan lebih lanjut, dan
orang-orang dianggap dapat menangkap apa yang dimaksudkan. Selain memberi
berbagai pandangan baru dalam penelitian mengenai kepemimpinan psikologi sosial
dapat pula menerangkan sikap dan reaksi kelompok terhadap keadaan yang
dianggapnya baru, asing ataupun berlawanan dengan konsentrasi masyarakat
mengenai gejala sosial tertentu.
Psikologi
juga bisa menjelaskan bagaimana sikap (attitude) dan harapan (expectation)
masyarakat dapat melahirkan tindakan serta tingkah laku yang berpegang teguh
pada tuntutan sosial (conformity). Salah satu konsep psikologi yang digunakan
untuk menjelaskan prilaku untuk memilih pada pemilihan umum adalah berupa
identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada konsepsi pemilih atau
partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu.
Untuk memahami
perilaku, bisa digunakan beberapa pendekatan. Namun selama ini, penjelasan
teoritis tentang voting behavior didasarkan pada dua model atau
pendekatan.,yaitu pendekatan sosiologi dan pendkatan psikologi (Asfar, 1996).
Dalam
hal pendekatan psikologis, seperti namanya, pendekatan ini menggunakan dan
mengembangkan konsep psikologi, terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk
menjelaskan pilihan karna pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam
dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap
seseorang mempengaruhi pemilih.
BAB
II
PEMAHAMAN PSIKOLOGI
A. TEORI PSIKOANALITIK
Struktur kepribadian merupakan unsur-unsur atau komponen
yang membentuk diri seseorang secara psikologis. Salah satu contoh struktur
kepribadian yang paling tua gagasannya adalah menurut Sigmund Frued tokoh
dari teori psikoanalitik. Berdasarkan beberapa penelitiannya, ia
menyimpulkan bahwa diri manusia dalam membentuk kepribadianya terdiri atas 3
komponen utama yaitu id, ego, super ego.
1. ID
Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem
kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan
(Koeswara, 1991:32). Adapun menurut Palmquist (2005:105), id ialah bagian bawah
sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi
menurut Corey (2003:14), id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id hanya
timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak. Dengan
beroperasi pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi
psikis. Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam
kepribadian dan dari aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa
nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut baik atau buruk. Ia merupakan bagian
ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir bersama individu
(Berry, 2001:75).
Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip
kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan
dengan serta merta. Fungsi satu-satunya id adalah untuk mengusahakan segera
tersalurnya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam
jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia
bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional,
yang dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya
dengan kebutuhan. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut
dengan proses primer (Boeree, 2005:38). Proses primer, seperti kalau orang
lapar lalu membayangkan makanan. Akan tetapi jelas kiranya bahwa yang demikian
tidak mungkin dipertahankan, orang yang lapar tidak mungkin kenyang hanya
dengan membayangkan makan. Karena itulah dibutuhkan aspek lain yang
menghubungkan pribadi dengan dunia obyektif. Aspek ini ialah ego.
2. EGO
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang
bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan
menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (Koeswara 1991:33—34).
Adapun menurut Ahmadi (1992:152), ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan.
Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya
kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan
dunia kenyataan. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego
adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur
(Corey, 2003:14).
Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego
dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam dunia batin dan sesuatu yang
ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara kebutuhan
insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme. Selain
itu, ego merupakan bagian kepribadian yg bertugas sebagai pelaksana, sistem kerjanya
pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia. Ego
berperan sebagai eksekutif yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur
kepribadian. Dibawah perintah prinsip realitas, ego berpikir secara logis dan
realitas serta memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan.
Ego menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam
sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan
dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan
organisme. Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder (Boeree,
2005:39).
3. SUPEREGO
Menurut Kartono (1996:129) superego adalah zat yang paling
tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan ethis dan
norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada
kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Adapun
superego menurut Palmquist (2004:103), adalah bagian dari jiwa manusia yang
dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas
lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang
yang benar dan yang salah.
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian.
Superego merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada
kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan
imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah
perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya
adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri (Corey, 2003:15).
Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner
(1993:67—68) Fungsi utama dari superego antara lain (1) sebagai pengendali
dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut
disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (2)
mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan
kenyataan; dan (3) mendorong individu kepada kesempurnaan. Jadi superego
cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut
konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri
dalam prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis. Menurut
S. Hall dan Lindzey, dalam Sumadi Suryabarata, cara kerja masing-masing struktur
dalam pembentukan kepribadian adalah:
1.
Apabila rasa id-nya menguasai sebahagian besar energi psikis itu,
maka pribadinya akan bertindak primitif, implusif dan agresif dan ia akan
mengubar impuls-impuls primitifnya,
2.
Apabila rasa ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu,
maka pribadinya bertindak dengan cara-cara yang realistik, logis, dan rasional,
dan
3.
Apabila rasa super ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis
itu, maka pribadinya akan bertindak pada hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar
hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang irrasional.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur
kepribadian manusia tersebut adalah: Pertama, Id merupakan sistem kepribadian
yang orisinil, dimana ketika manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja,
karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya
instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan dengan selalu
memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan oleh A. Supratika, bahwa
aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer. Kedua, Ego
mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya.
Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah,
mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti
“polisi lalulintas” yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia
luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di
sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu
organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id dan
yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah
kerja ego. Sedangkan yang ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau
sebagai filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah,
baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai
sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat.
Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian
Sigmund Freud, maka teori yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu konsep
kunci bahwa ”manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan
keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan
melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan
dasar. Dengan demikian guru dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman
kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh siswa, sehingga bimbingan
yang dilakukan benar-benar efektif. Hal ini sesuai dengan fungsi bimbingan itu
sendiri.
Mortensen (dalam Yusuf Gunawan) membagi fungsi bimbingan
kepada tiga yaitu:
a) Memahami individu
(understanding-individu)
b) Preventif dan pengembangan
individual, dan
c) Membantu individu untuk
menyempurnakannya.
Memahami individu. Seorang guru dan pembimbing dapat
memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat memahami dan mengerti
persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya. Karena itu
bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara keseluruhan.
Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya didasarkan
atas pemahaman diri anak didiknya. Sebaliknya bimbingan tidak dapat berfungsi
efektif jika guru kurang pengetahuan dan pengertian mengenai motif dan tingkah
laku siswa, sehingga usaha preventif dan treatment tidak dapat berhasil baik.
Preventif dan pengembangan individual. Preventif dan
pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventif berusaha
mencegah kemorosotan perkembangan anak dan minimal dapat memelihara apa yang
telah dicapai dalam perkembangan anak melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang
positif, memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang
dapat membantu setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Membantu
individu untuk menyempurnakan. Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan
pertolongan dalam menghadapi situasi lingkungannya. Pertolongan setiap individu
tidak sama. Perbedaan umumnya lebih pada tingkatannya dari pada macamnya, jadi
sangat tergantung apa yang menjadi kebutuhan dan potensi yang ia meliki.
Bimbingan dapat memberikan pertolongan pada anak untuk mengadakan pilihan yang
sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Jadi dalam konsep yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa teori
Freud dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan proses bantuan kepada siswa,
sehingga metode dan materi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
siswa.
B. TEORI KOGNITIF
Kurt Lewin (1892-1947) menaruh
perhatian pada kepribadian dan psikologisosial. Lewin memandang bahwa
masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat
psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut sebagai
´Life Space´. Life Space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu
bereaksi, misalnya: orang-orang yang ia jumpai, objek material yang ia hadapi,
serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki.
Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil tindakan
antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari:
· Dalam diri individu seperti; tujuan,
kebutuhan, tekanan kejiwaan
·
Luar diri individu,
seperti;tantangan dan permasalahan.
Dalam
medan hidup ini ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya
selalu ada barier atau hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan
dan berusaha mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila
individu telah berhasil mencapai tujuan, maka ia masuk ke dalam medan atau
lapangan psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru dengan
hambatan-hambatan yang baru pula. Demikian seterusnya individu keluar dari
suatu medan dan masuk ke medan psikologis berikutnya.
Hall
dan Lindzey merangkum poin utama Teori Medan Kognitif Lewin sebagai berikut:
· Perilaku adalah fungsi dari medan
yang ada pada saat perilaku tersebut terjadi.
·
Analisa tingkah laku dimulai dengan
situasi sebagai keseluruhan dari komponen-komponen
tingkah laku yang terpisah dan berbeda.
· Individu yang konkret dalam sebuah
situasi nyata (konkret) dapat digambarkan secara matematis.
Dalam teori ini kita juga bisa melihat bagaimana Kurt Lewin
berpertautkan pemahaman dari topologi (lifespace misalnya), psikologi
(kebutuhan, aspirasi), dan sosiologi (misalnya medan gaya-motif yang jelas
tergantung pada tekanan kelompok). Ketiganya saling berhubungan dalam
sebuah tingkah laku. Intinya, teori medan merupakan sekumpulan konsep dimana
seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep-konsep teori medan
telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis,
termasuk tingkah laku bayi dan anak anak, masa adolesen, keterbelakangan
mental, masalah-masalah kelompok minoritas, perbedaan perbedaan karakter
nasional dan dinamika kelompok.
1). Penggunaan Teori Medan dalam
Belajar
a)
Belajar sebagai perubahan sistem kognitif
Teori
Medan (Field Theory) Lewin
mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam satu medan
atau lapangan psikologis. Menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi
selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif
untuk mengatasi hanbatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka
ia akan masuk ke dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.
Menurut teori ini belajar berusaha
mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Kurikulum sekolah
dengan segala macam tuntutannya, berupa kegiatan belajar di dalam kelas,
laboratorium, di workshop, di luar
sekolah, penyelesaian tugas-tugas, ujian-ulangan dan lain-lain, pada dasarnya
merupakan hambatan yang harus diatasi.
Menurut Lewin belajar terjadi akibat
adanya perubahan struktur kognitif. Perubahan kognitif adalah hasil dari dua
macam kekuatan yaitu struktur medan kognitif dan motivasi internal
individu.
Apabila seseorang belajar, maka dia
akan tambah pengetahuannya. Artinya tahu lebih banyak dari pada sebelum ia
belajar. Ini berarti ruang hidupnya lebih terdiferensiasi, lebih banyak
subregion yang dimilikinya, yang dihubungkan dengan jalur-jalur tertentu.
Dengan kata lain orang tahu lebih banyak tentang fakta-fakta dan saling
berhubungan antara fakta-fakta itu.
Perubahan struktur pengetahuan
(struktur kognitif) dapat terjadi karena ulangan; situasi mungkin perlu
diulang-ulang sebelum strukturnya berubah. Akan tetapi yang penting
bukanlah bahwa ulangan itu terjadi, melainkan bahwa struktur kognitif itu berubah.
Dengan pengaturan masalah (problem) yang lebih baik, struktur mungkin
dapat berubah dengan ulangan yang sangat sedikit. Hal ini telah terbukti
dalam ekserimen mengenai insight. Terlalu banyak ulangan tidak menambah
belajar; sebaliknya ulangan itu mungkin menyebabkan kejenuhan psikologis
(pychological satiation) yang dapat membawa disorganisasi (kekacauan) dan
dediferensiasi (kekaburan ) dalam sistem kognitif.
Perubahan dalam struktur kognitif
ini untuk sebagian berlangsung dengan prinsip pemolaan (patterning)
dalam pengamatan, jadi disinilah lagi terbukti betapa
pentingnya pengamatan itu dalam belajar. Perubahan itu disebabkan oleh
kekuatan yang telah intrinsik ada dalam struktur kognitif. Tetapi struktur
kognitif itu juga berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan yang ada pada individu.
Disinilah terjadi belajar dengan motivasi.
b)
Hadiah dan Hukuman menurut Kurt Lewin
Bila kaum Behavioral memandang hadiah dan hukuman sebagai The Law of Effect and The
Law of Reinforcement, maka Kurt Lewin menggambarkan situasi yang mengandung
hadiah atau hukuman sebagai situasi yang mengandung konflik. Hal ini
digambarkannya dalam topologi berikut:
Di dalam situasi yang digambarkan di atas, pribadi (P) harus
melakukan pekerjaan atau tugas yang tidak menyenangkan (Tg), karenanya ada
kebutuhan untuk meninggalkan tugas yang tidak menyenangkan itu. Supaya ia tetap
mengerjakan tugas itu, ada ancaman hukuman bila ia tidak menyelesaikan tugas
tersebut (Hk).
Sehingga dalam situasi seperti ini lalu timbul konflik,
yaitu si pribadi harus memilih diantara dua kemungkinan yang tidak menyenangkan
tersebut. Dalam situasi ini, malah ada kecenderungan pribadi menghindarkan diri
dari kedua kondisi yang tidak menyenangkan dirinya. Supaya pribadi tidak
meninggalkan medan itu maka harus dibuat barier (B); barier dalam
kehidupannyata adalah kekuasaan atau pengawasan.
Dalam situasi yang mengandung hadiah, pribadi tidak perlu
dimasukkan dalam tembok pengawasan seperti yang digambarkan pada topologi yang
mengandung hukuman, karena sifat menariknya hadiah akan menahan pribadi untuk
tetap berada dalam medan. Akan tetapi barier (B) tetap diperlukan untuk
mencegah supaya pribadi jangan sampai memperoleh hadiah secara langsung
tanpa mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan. Pengawasan dalam situasi
ini masih diperlukan karena hadiah (Hd) berhubungan dengan aktivitas
menjalankan tugas (Tg) secara eksternal, maka selalu ada kecenderungan untuk
mencari jalan lebih singkat bahkan bila mungkin mendapatkan hadiah tanpa
mengerjakan tugasnya.
2). Masalah berhasil dan gagal
Kurt Lewin lebih setuju penggunaan istilah sukses dan gagal
dari pada istilah hadiah dan hukuman.
Sebab apabila tujuan-tujuan yang akan kita capai itu adalah
intrinsik, maka kita lebih tepat menggunakan istilah berhasil atau gagal daripada
terminologi hadiah dan hukuman. Istilah hadiah dan hukuman lebih dekat
pada pendekatan nonpsikologis sedang istilah sukses dan gagal merupakan
kajian dalam pendekatan psikologis. Secara psikologis yang penting memang
adalah bagaimana yang dialami individu dalam menghadapi suatu problem. Suatu
pengalaman sukses haruslah dimengerti sesuai dengan apa yang telah dikerjakan
atau dicapai oleh seseorang (pelajar). Misalnya seorang pelajar yang merasa
sukses karena naik kelas dengan nilai terbaik. Namun ada pula yang tetap
merasa sukses karena ia naik kelas walau tidak dengan nilai terbaik.
3). Sukses memberi mobilisasi energi
cadangan
Kurt Lewin beranggapan bahwa dinamika kepribadian itu
dikarenakan oleh adanya energi dalam diri seseorang yang disebut energi psikis.
Energi psikis inilah yang dipergunakan untuk berbagai aktivitas seperti
mengamati, mengingat, berpikir dan sebagainya. Dalam keadaan sehari-hari, hanya
sedikit saja energi psikis yang dipergunakan dan sisanya tersimpan sebagai
energi cadangan. Apabila orang mendapat pengalaman sukses, maka akan
terjadi mobilisasi energi cadangan sehingga kemampuan individu untuk menyelesaikan problem bertambah. Oleh sebab
itu secara praktis sangat dianjurkan untuk sebanyak mungkin memberikan
kesempatan kepada para peserta didik kita supaya mereka mendapatkan
pengalaman sukses.
C.
TEORI
BEHAVIORISTIK
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
a. KEBUTUHAN BIOLOGIS
Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi
salah satunya adalah kebutuhan biologis yang terdiri dari oksigen yang
dibutuhkan untuk proses respirasi,cairan, istirahat dan tidur, melakukan
aktivitas, pakaian, tempat berlindung, bereproduksi, dan mempunyai suhu tubuh.
1.
OKSIGEN
Oksigen
merupakan unsur gas dengan symbol O. Gas ini tidak berwarna dan tidak mempunyai
rasa. Di dalam tubuh, oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah. Oksigen
diperlukan oleh sel untuk mengubah glukosa menjadi energi. Selanjutnya energi
inilah yang digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti aktifitas
fisik, penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh, pemulihan kondisi tubuh
dan penghancuran bebarapa racun sisa metabolisme.Kekurangan oksigen menyebabkan
metabolisme tidak berlangsung sempurna. Akibatnya tubuh terasa lelah,
pegal-pegal, mengantuk, kekabalan tubuh menurun sehingga mudah terserang
penyakit.
2.
NUTRISI
Pengaturan
nutrisi untuk asupan sehari-hari sangat dibutuhkan baik untuk bayi hingga
manula. Tetapi terkadang karena kesibukan sehari-hari kita tidak dapat mengatur
asupan tersebut.
Sehingga
banyak menimbulkan masalah kesehatan, baik kurang gizi atau kelebihan gizi atau nutrisi. Sehingga untuk mengatasi masalah nutrisi
dibutuhkan produk atau obat untuk mengatasinya.
3.
AIR
Selain oksigen, air
adalah komponen terpenting yang dibutuhkan tubuh. Air berfungsi untuk mengatur suhu tubuh, membantu pencernaan dan proses
kimia tubuh, membuang kotoran, melancarkan persendian, dan menyalurkan nutrisi
ke sel sel tubuh.Demikian pentingnya air, tubuh kita lebih bisa bertahan tanpa
makanan daripada tanpa air.Rata-rata, tubuh kita mengandung sekitar 60% air.
Dari otak, otot, dan kulit yang mengandung sekitar 75% air sampai ke tulang
yang mengandung sekitar 20% air
4.
ISTIRAHAT dan TIDUR
Semua
mahluk hidup memerlukan istirahat setelah melakukan aktivitas / kegiatan,
karena aktivitas tersebut menggunakan jaringan sel hidup sehingga akan timbul
kerusakan pada jaringan tersebut, istirahat ini bertujuan untuk memperbaiki
kerusakan yang dimaksud. Selama kita tidur, tubuh mengganti sel-sel yang rusak
dengan yang baru dan limbah serta uap kotor yang terjadi pun dibuang. Tidur ini
tidak hanya diperlukan oleh manusia dan hewan saja, tumbuh-tumbuhan pun
memerlukannya. Sebagai contoh saja, pada siang hari tumbuhan bunga matahari
daun-daun kelopak bunganya terbuka dan menutup kembali pada waktu senja
menjelang malam hari.
5.
AKTIFITAS
Setiap
manusia membutuhkan aktifitas untuk menggerakkan tubuhnya agar dapat berfungsi
dengan maksimal sesuai dengan kebutuhannya, misalnya otot berkontraksi, otak
berkembang
6.
PAKAIAN
Manusia
membutuhkan pakaian untuk melindungi tubuhnya, menjaga kesopanan, harga diri,
dengan mempercantik penampilan, dengan pakaian yang rapih. Tapi dewaasa ini
pakaian juga di jadikan gaya hidup atau sebagai alat pengukur status.
7.
TEMPAT BERLINDUNG
Tempat
berlindung termasuk kebutuhan manusia, karena dengan memiliki tempat berlindung
manusia dapat melindungi diri nya dari bahaya lingkungan sekitar dari
kriminalitas, terjaga saat hujan tiba, panas matahari, binatang liar
8.
REPRODUKSI
Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh
semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu
proses reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi
dua jenis: seksual dan aseksual.Dalam reproduksi
aseksual, suatu individu dapat melakukan reproduksi tanpa keterlibatan individu
lain dari spesies yang sama. Pembelahan sel bakteri
menjadi dua sel anak adalah contoh dari reproduksi aseksual. Walaupun demikian,
reproduksi aseksual tidak dibatasi kepada organisme bersel satu. Kebanyakan tumbuhan juga
memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi aseksual.Reproduksi seksual
membutuhkan keterlibatan dua individu, biasanya dari jenis kelamin yang berbeda. Reproduksi manusia normal
adalah contoh umum reproduksi seksual. Secara umum, organisme yang lebih
kompleks melakukan reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih
sederhana, biasanya satu sel, bereproduksi secara aseksual.
9.
SUHU TUBUH
Suhu
tubuh manusia stabil adalah 36-37 untuk dewasa, dan bayi 36,5-37,5. Jika lebih
atau kurang dari suhu normal tersebut dapat dikatakan manusia sakit, ada
gangguan pada tubuhnya, sehingga manusia harus menjaga kstabilan suhu tubuhnya.
b. TERJADINYA
FRUSTASI
Pengertian frustasi
secara umum adalah putus asa dalam kehidupan, karena cita – cita yang di
inginkan belum bisa tercapai baik dari segi pekerjaan, cinta atau ruang lingkup
kehidupan pribadinya. Frustasi ini sangat fatal akibatnya apabila dibiarkan.
Orang yang sedang mengalami frustasi, dia akan mengalami lunturnya semangat
hidup, bahkan yang paling parah dia akan bunuh diri. Sebab menurut dirinya
bunuh diri adalah cara yang paling baik untuk mengakhiri segalanya.
padahal
apa yang dilakukannya itu hanya memperburuk keadaan dirinya sendiri, karena "tuhan" tidak senang orang
yang berputus asa dengan rahmatnya. Tentu semua ini ada penyebabnya kenapa
orang yang mengalami kefrustasian bisa melakukan hal – hal yang gila? Apa
sajakah itu? Berikut penjelasannya:
1.
Hilangnya kepercayaan dengan "tuhan”
“kepercayaan”
apabila hal itu hilang di dalam hati seseorang, maka hal yang pertama ditemui
orang itu adalah kegelisahan dalam hidupnya. Dia khawatir hal buruk akan terjadi di masa depan
kehidupannya, sehingga membuat dia ragu dalam melakukan hal baik yang ingin
dilakukannya. Dia takut tidak adanya kesempatan lagi untuk berbuat baik
terhadap dirinya sendiri. Dampaknya dia putus asa dengan keadaan hidupnya
sendiri dan tidak menyadari bahwa “tuhan”
itu “maha pemaaf” lagi “maha penyayang” setiap hamba nya.
2.
Tidak ada ilmu pengetahuan tentang hidup
ilmu
pengetahuan tentang kehidupan itu adalah ilmu yang paling penting di antara
semua ilmu yang ada. Apabila seseorang tidak mempunyai ilmu ini, maka dia akan mudah
mengalami kegundahan, kesedihan, kegelisahan yang panjang dalam kehidupannya,
sulit untuk kembali bangkit apabila dia jatuh. Cobaan – cobaan dalam
kehidupan seseorang yang tidak mempunyai ilmu ini akan membuatnya merasa sangat
berat untuk menjalaninya yang bisa berakibat orang tersebut putus asa.
3.
Terlalu banyak tekanan /masalah hidup
tuntutan
pendidikan yang tinggi, tuntutan suatu tugas pekerjaan yang berat, tuntutan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, tuntutan untuk mencapai suatu kehidupan yang
terjamin, serta tuntutan dari keluarga terkadang hal itu bisa dengan mudah
membuat orang stress. Tekanan yang sangat intens itu akan mempengaruhi orang yang lemah
psikologisnya. Pikirannya tidak akan sanggup untuk menerima semua yang terjadi,
sehingga semua masalah itu akan menjadi beban di dalam pikirannya tersebut.
Akibatnya kefrustasianlah yang akan jadi temannya nanti.
4.
Berpikiran negatif
orang
yang selalu pikirannya negatif dia tidak akan bisa mencapai apa yang menjadi
cita – citanya. Sangka buruknya terhadap seseorang dan keadaan itu akan membuat
alam menjadikan kenyataan apa yang dipikirkannya itu. Sebab alam ini sebenarnya
adalah apa yang ada di pikiran kita apabila kamu berpikiran negatif maka hal
yang negatiflah yang kamu dapat. Kalau pikiran negatif ini tidak di buang, orang
tersebut akan terus mengalami kegagalan dalam berbagai aspek. Yang bisa membuat
dia menyerah dengan keadaannya tersebut dan membuatnya frustasi.
5.
Berada di lingkungan yang tidak memotivasi
lingkungan
yang tidak mendukung seseorang untuk berkembang dalam kehidupannya, akan
membuat seseorang akan mudah mengalami kefrustasian. Karena setiap orang pasti butuh
support apabila dia ada mengalami kegagalan dan masalah yang tidak dapat dia
selesaikan sendiri. Misalnya saja orang yang sedang patah hati, kalau dia tidak
berada dalam lingkungan yang dapat memotivasinya untuk move on, maka akan sulit
untuk dia bangkit dalam kertepurukannya itu. Akibatnya dia frustasi dengan
keadaanya tersebut, yang bisa membuat dia melakukan hal yang gila. Berapa
banyak sudah orang yang bunuh diri karena hanya masalah percintaan itu?
D. TEORI HUMANISTIK
Psikolog humanis percaya bahwa
setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi
dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan
bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di
sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih
Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami “puncak pengalamannya” saat manusia
tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Menurut Carl Rogers misalkan
terjadi sidang pendapat antara pimpinan dengan anggot, maka Rogers memberikan
kesempatan kepada anggota untuk berbicara sepuas-puasnya sampai ia mencapai titik
katarsis atau terjadi pemuasan jiwa.
a.
AKTUALISASI DIRI
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun
secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak
terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus
asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri,
kehilangan selera dan sebagainya.
b.
META KEBUTUHAN DAN META PATOLOGI
Menurut
Maslow, meta kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terdiri dari:
- Kebenaran
- Kebaikan
- Keindahan
atau kecantikan
- Keseluruhan
(kesatuan)
- Dikotomi-transedensi
- Berkehidupan
(berproses, berubah tetapi tetap pada esensinya)
- Keunikan
- Kesempurnaan
- Keniscayaan
- Penyelesaian
- Keadilan
- Keteraturan
- Kesederhanaan
- Kekayaan
(banyak variasi, majemuk, tidak ada yang tersembunyi, semua sama penting)
- Tanpa
susah payah (santai, tidak tegang)
- Bermain
(fun, rekreasi, humor)
- Mencukupi
diri sendiri
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Behaviorisme
adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan
oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses
pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka
Teori
belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya
setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa
dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya
sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih
untuk kepentingan dirinya.
Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar
merupakan usaha memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui
asimilasi dan akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya.
Menurut
Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Peran guru dalam teori ini adalah sebagai fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi,kesadaran mengenai makna kehidupan siswa.
Guru mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya.
Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya
sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
B.
SARAN
Semoga
makalah ini dapat berguna bagi kita semua. Mohon maaf atas segala kesalahan.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Ahmad. 2008. Psikologi Umum.
Pustaka Setia: Bandung
Muhibbinsyah.
2010. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan. (2007).
Teori Kepribadian. Bandung: Rosda.
Ardani, Tristiadi Ardi dkk.2007. Psikologi Klinis. Graha ilmu: Yogyakarta
Ardani, Tristiadi Ardi dkk.2007. Psikologi Klinis. Graha ilmu: Yogyakarta
Novita
Bloskadit. “Hubungan Ilmu Politik dengan Psikologi Sosial”. Online.
ilmu-sosial-lainnya/. Diakses 8 November 2015.
Ayu Devi. “Hubungan Antara Politik Dan Psikologi”.Online.
psikologi.html/. Diakses 8 November
2015
Ariefian. “Teori Kognitif”. Online.
November 2015
Wikipedia.
“Teori Belajar Behavioristik”. Online.
November 2015
Suprobo Novina “Teori belajar Humanistik”. Online.
Diakses : 8 November 2015
Tugas psikologi politik
PENGARUH PSIKOLOGI DALAM PRAKTEK BEPOLITIK
OLEH :
NAMA :
M.MIFTAH AULIA
NIM :
105640191514
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
TAHUN AJARAN 2015-2016